Halaman

Senin, 08 Agustus 2011

Berpikir Positif

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Demikian firman Allah dalam ayat terakhir (286) surat al-Baqarah.
Membaca ayat tersebut, mungkin di antara kita ada yang bertanya-tanya, benarkah Allah tidak akan membebani manusia dengan beban yang melebihi kesanggupannya untuk menanggung beban itu? Sebab dalam hidup sehari-hari, kita melihat atau mendengar banyak kasus yang mencerminkan ketidaksanggupan manusia tatkala ditimpa suatu cobaan.

Setidaknya ada tiga tanda seseorang tidak mampu menahan cobaan yang menghimpitnya: berbuat dosa, bunuh diri, dan menjadi gila.
Berbuat dosa adalah tanda kelemahan manusia yang paling mudah dilihat dan paling sering terjadi. Pada dasarnya, manusia tidak ingin berbuat dosa dalam bentuk apapun. Namun keadaan sering memaksa manusia untuk terlupa pada keinginan sucinya itu. Terlebih setiap saat dan tempat yang dijalani oleh manusia pasti menyimpan cobaan.
Kekayaan yang dimiliki atau kemiskinan yang dialami, keduanya dapat menjadi beban yang mungkin akan terjatuh dari pundak pemikulnya. Jika seseorang menjadi sombong karena kekayaannya, jika seorang miskin banyak merutuki kemiskinannya, itulah tanda bahwa yang bersangkutan tidak sanggup memikul bebannya, walaupun tentu saja ia masih bisa belajar dari kesalahan. Seandainya ia sanggup memikul beban, tentulah yang kaya akan bersyukur dan yang miskin akan bersabar.
Berbuat zina, menipu, korupsi, membunuh, dan dosa-dosa lainnya, menunjukkan ketidaksanggupan manusia dalam menerima beban dalam kehidupannya. Jika dia mampu menahan beban itu, tentulah dia tidak akan berbuat dosa.
Kasus bunuh diri pun tidak jarang kita dengar, setidaknya melalui media massa. Caranya pun macam-macam. Ada orang yang melompat dari atas gedung bertingkat, menggantung diri, memotong urat nadi dengan silet, atau terjun ke sungai deras. Penyebabnya pun macam-macam, dan terkadang soal sepele. Mungkin karena ditolak cinta, dikejar utang, perusahaan bangkrut, atau nilai rapor anjlok.
Jika orang sampai melenyapkan nyawanya sendiri, itu menandakan bahwa dia tidak sanggup menanggung beban yang menimpanya. Seandainya dia sanggup,
Semua itu menandakan bahwa bagi yang bersangkutan, masalah yang dideritanya itu tidaklah ringan. 
Berbuat dosa dan bunuh diri tergolong perbuatan yang dilakukan dalam keadaan sadar. Tidak demikian halnya dengan menjadi gila. Rasanya tidak ada seorang pun yang menghendaki dirinya kehilangan kewarasan. Namun orang tidak waras di dunia ini amatlah banyak. Apapun masalah yang menimpa dirinya, yang jelas masalah itu pastilah begitu berat.
Lalu bagaimana kita mesti menafsirkan ayat di atas? Apakah Allah telah keliru dengan firman-Nya?
Kita yakin bahwa Allah tidak akan keliru dan Alquran tidak mungkin salah. Ayat tersebut sebaiknya tidak kita artikan sebagai fakta atau kenyataan sosial, sebab akan bertentangan dengan kenyataan sehari-hari, atau kelihatannya demikian. Ayat tersebut lebih tepat kita maknai sebagai suatu cara yang digunakan Tuhan untuk membesarkan hati hamba-hamba-Nya, suatu dorongan agar manusia terus berjuang dan jangan menyerah pada keadaan, suatu ajakan agar manusia menghargai hidup, suatu motivasi agar manusia berpikir positif dalam menghadapi segala situasi.
Makanya ayat tersebut dilanjutkan dengan pernyataan, masih pada ayat yang sama, bahwa, ”Seseorang mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Lanjutan ayat ini menegaskan suatu hukum alam (sunnatullah) yang berlaku pada diri manusia bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan sesuai sifat perbuatan itu. Seolah-olah Allah berkata, wahai manusia, kalau kamu ingin bahagia, kamu harus berbuat baik. Kalau kamu tidak berbuat baik, kamu akan celaka.
Begitulah cara Allah memotivasi manusia.
Kemudian, ayat ini ditutup dengan sebuah doa yang sangat indah: (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
Kalimat doa di atas menunjukkan bahwa beban yang berat itu ada, dan sesuatu yang tidak sanggup dipikul itu ada. Namun manusia diminta untuk berdoa agar tidak diberikan beban yang tidak sanggup dipikul itu. Doa merupakan refleksi dari kelemahan manusia, namun sekaligus mencerminkan harapan dan pikiran positif bahwa kelemahan-kelemahan itu dapat ditanggulangi.
            Demikian. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar