Halaman

Senin, 26 September 2011

Investasi Emas Itu Buruk dan Jahat


Jika orang membeli emas dengan tujuan investasi, artinya ia berharap kondisi ekonomi akan terus kacau dan inflasi akan terus tinggi. Sebab harga emas hanya akan melonjak jika inflasi makin hebat. Sungguh suatu niat yang buruk. Bahkan suatu pikiran yang jahat, karena krisis ekonomi dan inflasi tinggi itu menyengsarakan banyak orang.
Belilah emas dengan niat yang baik, yaitu sebagai proteksi aset terhadap inflasi. Bukan memanfaatkan inflasi, apalagi berharap inflasi terus terjadi, tapi berjaga-jaga terhadap inflasi.
Jika orang berniat berinvestasi, seyogianya dia menyalurkan uangnya di instrumen yang akan memberikan keuntungan hanya jika kondisi ekonomi membaik. Misalnya saham, reksadana, dan obligasi, atau langsung saja sektor riil. Dengan berinvestasi di instrumen-instrumen tersebut, investor akan selalu berharap kondisi ekonomi dalam keadaan baik dan tumbuh dengan stabil agar keuntungannya maksimal. Inilah niat dan harapan yang baik.

Tapi sayangnya, kampanye investasi di emas justru banyak digaungkan oleh kalangan yang menyebut diri “Islamis”. Mereka membuat dinar, dirham (mata uang perak), dsb, seraya meyakinkan masyarakat bahwa harga emas akan naik terus; walaupun dalam jangka pendek fluktuatif, dalam jangka panjang pasti naik sebagaimana kerap mereka gambarkan dalam grafik harga emas dari tahun ke tahun.
Ada juga bank syariah yang membuat produk unggulan “gadai emas”. Gadai emas sih baik-baik saja. Tapi dengan itu mereka juga mengampanyekan metode “Berkebun Emas”, yaitu menggadai emas untuk beli emas lagi, gadai lagi dan beli lagi, dan seterusnya.
Kita memang boleh memanfaatkan situasi, termasuk mengambil keuntungan dari situasi yang buruk. Tapi berharap bahwa situasi yang buruk itu terus berlanjut (agar keuntungan semakin besar), saya yakin tidak diridai Tuhan. Orang yang membeli emas dengan niat investasi, tentu berharap agar harga emasnya naik terus. Artinya, sama saja dia berharap kondisi ekonomi kacau dan gonjang-ganjing dan inflasi terus.
Dulu, di zaman Orde Baru ketika kondisi ekonomi relatif stabil, tidak ada orang beli emas dengan niat investasi. Paling-paling hanya nabung. Kenapa? Karena harga emas juga relatif stabil, naiknya tidak tinggi.
Sejak Reformasi ketika ekonomi gonjang-ganjing, banyak orang menganjurkan beli emas agar nilai uang terjaga. Logis memang, karena harga emas meroket sementara return saham dan reksadana tipis bahkan minus.
Tapi jika anjuran itu disertai iming-iming investasi, sekali lagi, itu sama dengan mengharapkan ekonomi goncang terus. Tega nian pikiran dan harapannya.
Anjuran beli emas itu bagus. Saya juga beli emas, tapi untuk perhiasan istri saya sekalian nyimpan uang.
Kalau niatnya investasi, mari kita salurkan di jalur yang judulnya memang instrumen investasi dan ada di buku-buku panduan investasi, misalnya saham atau reksadana atau obligasi, atau langsung ke sektor riil melalui usaha teman kita misalnya. Kita tentu berharap returnya maksimal. Nah, agar returnya maksimal, kita pun tentu berharap agar kondisi ekonomi selalu baik.
Kondisi ekonomi membaik berarti harga-harga tidak naik dengan semena-mena; boleh naik tapi kisarannya 1 digit per tahun (di bawah 10 persen). Jika anda penjual gorengan, tentu anda berharap harga tepung dan minyak tidak naik tiba-tiba dan tinggi pula agar anda dapat menjual gorengan dengan harga wajar. Jika anda pengusaha beras, petani kedelai, atau pebisnis apa pun itu, tentu kondisi ekonomi dengan pertumbuhan yang wajarlah yang anda harapkan. Kondisi ekonomi yang baik merupakan berkah bagi semua orang.
Barangkali hanya investor emas yang berharap kebalikannya. Na’udzubillah. []

Blog lainnya:
- http://cahayabekam.blogspot.com
- http://bermenschool.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar