Halaman

Kamis, 06 Oktober 2011

Kitab Omong Kosong dan Seno Gumira Ajidarma


Pada akhir Desember 2010 saya menamatkan membaca novel Kitab Omong Kosong gubahan Seno Gumira Ajidarma (SGA). Di sela-sela pekerjaan lain, novel yang cukup tebal ini (524 halaman) saya selesaikan dalam waktu lima hari.
Seno Gumira Ajidarma (SGA) termasuk pengarang yang paling saya kagumi. Di genre prosa, menurut saya dialah yang terbaik saat ini di Indonesia. Lewat karya-karyanya, Seno telah mengajari saya banyak hal tentang kepengarangan dan cara-cara menghayati kehidupan. Dan melalui Kitab Omong Kosong, dia mengajari saya lebih banyak lagi.
Kitab Omong Kosong merupakan sebuah refleksi atas kisah Ramayana, baik versi asli karangan Walmiki maupun versi saduran ala dalang-dalang Jawa. SGA menampilkan penggalan-penggalan Ramayana dan dengan itu sekaligus memberikan tanggapan. Tanggapannya sebagian berupa kritik, kadang rasa heran, lainnya kekaguman, dan sesekali bernada protes. Saya yang belum lama membaca Ramayana secara utuh merasa mendapat pengayaan yang menyegarkan dari novel ini.

Kitab Omong Kosong juga merupakan sebuah refleksi tentang hakikat bercerita itu sendiri. Ini adalah sebuah metacerita: cerita tentang cerita. Walmiki si pembuat cerita oleh SGA dimasukkan sebagai tokoh dalam cerita buatannya sendiri. Digambarkan bahwa Walmiki kebingungan ketika tokoh-tokoh dalam Ramayana satu per satu berdatangan, memprotes, menggugat, dan memutuskan keluar dari cerita untuk memilih kisah kehidupannya sendiri. Walmiki mungkin tidak akan suka dengan ulah SGA, tapi itulah kiranya ganjaran yang pantas untuk tukang cerita. (Mungkin SGA pun akan diganjar seperti itu pula oleh pengarang lain).
Oleh karena itu, pada akhirnya, Kitab Omong Kosong merupakan refleksi atas kehidupan manusia di dunia ini yang pada dasarnya bisa kita anggap sebagai sebuah cerita; manusia sebagai tokoh-tokoh, alam sebagai latar, dan Tuhan sebagai pengarang. Kritik SGA atas peran Walmiki (dan para pembuat cerita pada umumnya) terhadap tokoh-tokoh rekaannya merupakan kritik tersirat atas peran Tuhan terhadap manusia di latar dunia ini.
Kitab ini juga berisi rangkuman atas macam-macam aliran filsafat. Lewat lima bagian kitab omong kosong yang menjadi pusaka rebutan dalam novel ini, SGA menerangkan alur pemikiran manusia atas dunia. Dimulai dari filsafat yang menganggap mampu mengetahui dunia sebagaimana adanya, lalu dibantah dengan filsafat yang menganggap dunia ini ada karena adanya manusia, kemudian ada yang menyebut dunia tidak ada dan yang ada adalah gambaran manusia tentang dunia, berikutnya ada yang tidak peduli dengan semua itu dan menganggap ukuran dari segala sesuatu adalah nilai guna, dan terakhir: keheningan yang harus diisi oleh manusia.
Banyak hal yang bisa dibicarakan dari dan tentang novel Kitab Omong Kosong. Namun diperlukan telaah tersendiri untuk mengungkap semua aspek itu.
***
Sebelum ini, saya telah belajar dan memperoleh banyak dari SGA. Sepertinya orang ini tahu segala hal dan bisa melakukan apa saja dalam dunia kepenulisan. SGA adalah seorang stylist sejati. Berbagai gaya penulisan dan aliran dia jelajahi. Dari realisme, jurnalisisme, surealisme, absurdisme, sampai dongeng dan cerita silat telah dia coba dengan hasil terbaik. Produktivitasnya juga sangat mengherankan. Ratusan cerpen bermutu dari berbagai tema telah dia karang, novelnya juga mungkin telah berjumlah dua digit, dan esai-esainya tak terhitung banyaknya. Bahkan dia juga telah meraih gelar doktor (mungkin di bidang sastra) lewat disertasinya tentang komik Panji Tengkorak. Selain itu, karya-karya jurnalistiknya tentu tak mungkin disebut mengingat dia pada dasarnya seorang wartawan dan pernah memimpin majalah Jakarta-Jakarta.
SGA sangat obsesif dengan latar senja. Cerpen-cerpennya banyak yang bicara tentang senja, seperti Sepotong Senja untuk Pacarku (cerpen yang paling kusukai), Peselancar Agung, Tujuan: Negeri Senja, dsb. Dia juga telah menulis novel khusus tentang senja, berjudul Negeri Senja. Lewat senja, dia mengungkap banyak hal: keindahan, kebahagiaan, kesepian, penderitaan, kematian….
Dia tahu sangat detail tentang jaz, seperti terbaca dalam novel Jaz, Parfum, dan Insiden. Kumpulan cerpennya Atas Nama Malam menyajikan renungan mendalam atas kesepian dan penderitaan manusia. Cersilnya Pendekar Naga Bumi menyajikan kisah dari dunia silat dengan cara yang sangat berbeda dibanding cerita silat konvensional zaman Kho Ping Hoo, Bastian Tito, S. Tijab, R.A. Kosasih, dll. Dia merenungkan hakikat dunia persilatan dengan mengemukakan hal-hal yang mengherankan dari dunia itu. Lalu esai-esainya dalam kumpulan Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara mengayakan pemahamanku atas dunia sastra.
Tentang sosok pribadinya tidak banyak yang saya ketahui. Apakah dia punya istri atau tidak, misalnya, saya tidak tahu. Seno hanya sesekali tampil di publik. Profilnya jarang ditulis atau ditulis lengkap di buku-bukunya. Tampaknya orang ini manusiakamar sejati. Kerjanya hanya membaca dan menulis dan membaca dan menulis dan sesekali melakukan perjalanan. Ia pun tidak membuat blog. Blog www.duniasukab.wordpress.com dibuat oleh penggemarnya. Kesimpulan saya atas diri SGA: dia hanya ingin orang-orang mengetahui dirinya dari tulisan-tulisannya.
Jika seperti itu, maka itulah yang akan saya lakukan. Saya tidak akan memimpikan untuk bertemu dan berbincang-bincang dengannya. Kalaupun itu terjadi, biarlah itu terjadi secara kebetulan saja. [Baca juga blog saya yang lain: http://bermenschool.wordpress.com dan http://cahayabekam.blogspot.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar